Penjelasan dan Pemahaman Ibadah Qurban menurut persepsi Islam
Penjelasan dan Pemahaman Ibadah Qurban menurut persepsi Islam - Dalam kesempatan ini akan menjelaskan tentang pemahaman Ibadah Qurban, karena sebentar lagi kita akan masuk pada bulan dzulhijjah, dimana pada bulan ini orang-orang yang kebetulan ada rezeki melimpah serta ada hidayah dan taufik dari Allah SWT, mereka melaksanakan ibadah qurban. Untuk memberikan sedikit kebahagian kepada orang-orang fakir miskin, dengan memberikan daging hewan kurban tersebut.
Dari rincian itu, bisa dimengerti yang disebut dari kata qurban atau udhhiyah dalam artian syara, adalah menyembelih hewan dengan arah melaksanakan ibadah pada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha serta tiga Hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 12, serta 13 bulan Dzulhijjah.
Menyembelih kurban ialah satu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah serta keutamaan. Ini didasarkan atas info dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, diantaranya:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Aisyah menjelaskan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam jika beliau bersabda, “Tidak ada satu amalan yang ditangani anak Adam (manusia) di hari raya Idul Adha yang lebih di cintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Sebab hewan itu akan tiba di hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, serta kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai disamping Allah sebelum menetes ke tanah. Karena itu, lapangkanlah jiwamu untuk mengerjakannya.” (Hadits Hasan, kisah al-Tirmidzi: 1413 serta Ibn Majah: 3117)
Menurut Zain al-Arab, beribadah yang paling penting di hari raya Idul Adha ialah menyembelih hewan untuk kurban sebab Allah. Karena di hari kiamat kelak, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam kondisi utuh seperti di dunia, tiap anggotanya tidak ada yang kurang dikit juga serta semua bisa menjadi nilai pahala baginya. Selanjutnya hewan itu dilukiskan dengan metaphoris bisa menjadi kendaraanya untuk berjalan melalui shirath. Demikian ini adalah balasan serta bukti keridhaan Allah pada orang yang lakukan beribadah kurban itu. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mempunyai potensi untuk berkurban, tapi dia tidak ingin berkurban, karena itu kadang-kadang jangan sampai dia dekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad serta Ibnu Majah).
Masih banyak sabda Nabi lainnya, menerangkan mengenai keutamaan berkurban. Bahkan juga pada haditst paling akhir, disebut jika orang yang telah dapat berkorban, tapi tidak ingin melaksanakanya, karena itu dia dilarang dekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainnya.
Beribadah kurban yang dikerjakan di hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tanpa lain mempunyai tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain itu, kurban bermakna hilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, serta karakter perorangan dalam diri seseorang muslim. Dengan berkurban, diinginkan satu orang akan memaknai hidupnya untuk sampai ridha Allah semata-mata. Dia “korbankan” semuanya (jiwa, harta, serta keluarga) cuma untuk-Nya. Oleh karenanya, pada hakekatnya, yang diterima Allah dari beribadah kurban itu bukan daging atau darah hewan yang dikurbakan, tetapi ketakwaan serta ketulusan dari orang yang berkurban, itu yang sampai kepada-Nya.
Kurban dalam dimensi vertikal ialah bentuk beribadah untuk mendekatkan diri pada Allah agar memperoleh keridhaan-Nya. Sedang dalam dimensi sosial, kurban mempunyai tujuan untuk menyenangkan golongan fakir pada Hari Raya Adha, seperti pada Hari Raya Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karenanya, daging kurban sebaiknya diserahkan kepada mereka yang memerlukan, bisa tersisa seperlunya untuk dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan masih memprioritaskan golongan fakir serta miskin.
Allah berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka konsumsilah beberapa daripadanya serta (beberapa ) berikanlah untuk dikonsumsi beberapa orang yang sengsara fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28)
Dengan begitu kurban adalah satu diantara beribadah yang bisa merajut jalinan vertikal serta horizontal.
E. Persyaratan Hewan Kurban
Beberapa ulama setuju jika semua hewan ternak bisa jadikan untuk kurban. Namun ada ketidaksamaan opini tentang mana yang paling utama dari beberapa jenis hewan itu. Imam Malik memiliki pendapat jika yang paling penting ialah kambing atau domba, selanjutnya sapi, lalu unta. Sedang Imam al-Syafi’i memiliki pendapat sebaliknya, yakni yang paling penting ialah unta, diikuti selanjutnya sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Supaya beribadah kurbannya resmi menurut syariat, seseorang yang akan berkurban harus memerhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria itu diklasifisikasikan sesuai umur serta type hewan kurban, yakni:
a. Domba (dha’n) harus sampai minimum umur setahun lebih, atau telah bertukar giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karenanya dibolehkan.” (Hadits Shahih, kisah Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus sampai umur minimum dua tahun lebih.
c. Sapi serta kerbau harus sampai umur minimum dua tahun lebih.
d. Unta harus sampai umur lima tahun atau lebih.
(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).
Tidak hanya persyaratan di atas, hewan-hewan itu harus dalam keadaan sehat serta tidak cacat. Seperti sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
“Ada empat jenis hewan yang tidak resmi jadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) pasti buta (picek), (2) yang (fisiknya) pasti dalam kondisi sakit, (3) yang (kakinya) pasti pincang, serta (4) yang (badannya) kurus tidak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, kisah al-Tirmidzi: 1417 serta Abu Dawud: 2420)
Namun, ada banyak cacat hewan yang tidak menghambat sahnya beribadah kurban, yakni; Hewan yang dikebiri serta hewan yang pecah tanduknya. Mengenai cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tidak resmi untuk jadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Ini karena cacat yang pertama tidak menyebabkan dagingnya menyusut (cacat bathin), sedang cacat yang ke-2 menyebabkan dagingnya menyusut (cacat fisik).
F. Ketetapan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing atau domba ditujukan untuk seseorang, sedang unta, sapi serta kerbau ditujukan untuk berkurban tujuh orang. Ketetapan ini bisa diambil kesimpulan dari hadits tersebut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami sudah menyembelih kurban bersama dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang serta seekor sapi untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, kisah Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 serta Ibn Majah: 3123).
Hadits seterusnya menerangkan mengenai berkurban dengan seekor domba yang dikerjakan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, memberitahukan sebenarnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintah untuk datangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Selanjutnya domba itu dihadirkan padanya untuk melakukan kurban. Beliau mengatakan pada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi seterusnya memerintah Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah selanjutnya lakukan seperti yang diperintah Rasulullah. Selanjutnya Nabi ambil golok itu serta ambil domba (kibasy), selanjutnya membaringkannya, serta menyembelihnya sekalian berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Kisah Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas, saat beliau melakukan kurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad” tidak dapat dimengerti jika kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga serta untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu cuma dalam rencana mengikutkan dalam mendapatkan pahala dari kurban itu. Jika dimengerti jika berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga serta semua umat Nabi Muhammad, karena itu tidak lagi ada orang yang berkurban. Dengan begitu, pandangan jika satu domba dapat untuk berkurban satu keluarga serta semua umat, harus diluruskan serta dibenarkan sesuai ketetapan satu domba untuk seseorang, sedang onta, sapi, serta kerbau untuk tujuh orang seperti diterangkan hadits di atas.
A. Pemahaman Kurban
Kata kurban menurut etimologi datang dari bahasa Arab qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang berarti dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Tujuannya yakni mendekatkan diri pada Allah, dengan kerjakan beberapa perintah-Nya. Yang disebut dari kata kurban yang dipakai bahasa seharian, dalam arti agama disebutkan “udhhiyah” bentuk jamak dari kata “dhahiyyah” yang datang dari kata “dhaha” (waktu dhuha), yakni sembelihan di waktu dhuha pada tanggal 10 s/d tanggal 13 bulan Dzulhijjah. Dari sini ada arti Idul Adha.Dari rincian itu, bisa dimengerti yang disebut dari kata qurban atau udhhiyah dalam artian syara, adalah menyembelih hewan dengan arah melaksanakan ibadah pada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha serta tiga Hari Tasyriq, yakni tanggal 11, 12, serta 13 bulan Dzulhijjah.
B. Hukum Kurban
Beribadah kurban hukumnya ialah sunnah muakkad, atau sunnah yang dikuatkan. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam belum pernah tinggalkan beribadah kurban semenjak disyariatkannya sampai beliau meninggal dunia. Ketetapan kurban jadi sunnah muakkad dikukuhkan oleh Imam Malik serta Imam al-Syafi’i. Sedang Imam Abu Hanifah memiliki pendapat jika beribadah kurban buat masyarakat yang dapat serta tidak dalam kondisi safar (melancong), hukumnya ialah harus. (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).C. Keutamaan Kurban
Menyembelih kurban ialah satu sunnah Rasul yang sarat dengan hikmah serta keutamaan. Ini didasarkan atas info dari beberapa haditst Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam, diantaranya:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Aisyah menjelaskan dari Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam jika beliau bersabda, “Tidak ada satu amalan yang ditangani anak Adam (manusia) di hari raya Idul Adha yang lebih di cintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Sebab hewan itu akan tiba di hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, serta kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai disamping Allah sebelum menetes ke tanah. Karena itu, lapangkanlah jiwamu untuk mengerjakannya.” (Hadits Hasan, kisah al-Tirmidzi: 1413 serta Ibn Majah: 3117)
Menurut Zain al-Arab, beribadah yang paling penting di hari raya Idul Adha ialah menyembelih hewan untuk kurban sebab Allah. Karena di hari kiamat kelak, hewan itu akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam kondisi utuh seperti di dunia, tiap anggotanya tidak ada yang kurang dikit juga serta semua bisa menjadi nilai pahala baginya. Selanjutnya hewan itu dilukiskan dengan metaphoris bisa menjadi kendaraanya untuk berjalan melalui shirath. Demikian ini adalah balasan serta bukti keridhaan Allah pada orang yang lakukan beribadah kurban itu. (Abul Ala al-Mubarakfuri: tt: V/62)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mempunyai potensi untuk berkurban, tapi dia tidak ingin berkurban, karena itu kadang-kadang jangan sampai dia dekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad serta Ibnu Majah).
Masih banyak sabda Nabi lainnya, menerangkan mengenai keutamaan berkurban. Bahkan juga pada haditst paling akhir, disebut jika orang yang telah dapat berkorban, tapi tidak ingin melaksanakanya, karena itu dia dilarang dekati tempat shalat Rasulullah atau tempat (majelis) kebaikan lainnya.
Beribadah kurban yang dikerjakan di hari raya Idul Adha sampai hari tasyrik, tanpa lain mempunyai tujuan untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain itu, kurban bermakna hilangkan sikap egoisme, nafsu serakah, serta karakter perorangan dalam diri seseorang muslim. Dengan berkurban, diinginkan satu orang akan memaknai hidupnya untuk sampai ridha Allah semata-mata. Dia “korbankan” semuanya (jiwa, harta, serta keluarga) cuma untuk-Nya. Oleh karenanya, pada hakekatnya, yang diterima Allah dari beribadah kurban itu bukan daging atau darah hewan yang dikurbakan, tetapi ketakwaan serta ketulusan dari orang yang berkurban, itu yang sampai kepada-Nya.
D. Inti Kurban
Kurban dalam dimensi vertikal ialah bentuk beribadah untuk mendekatkan diri pada Allah agar memperoleh keridhaan-Nya. Sedang dalam dimensi sosial, kurban mempunyai tujuan untuk menyenangkan golongan fakir pada Hari Raya Adha, seperti pada Hari Raya Fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Karenanya, daging kurban sebaiknya diserahkan kepada mereka yang memerlukan, bisa tersisa seperlunya untuk dikonsumsi keluarga yang berkurban, dengan masih memprioritaskan golongan fakir serta miskin.
Allah berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka konsumsilah beberapa daripadanya serta (beberapa ) berikanlah untuk dikonsumsi beberapa orang yang sengsara fakir.” (QS. al-Hajj, 22:28)
Dengan begitu kurban adalah satu diantara beribadah yang bisa merajut jalinan vertikal serta horizontal.
E. Persyaratan Hewan Kurban
Beberapa ulama setuju jika semua hewan ternak bisa jadikan untuk kurban. Namun ada ketidaksamaan opini tentang mana yang paling utama dari beberapa jenis hewan itu. Imam Malik memiliki pendapat jika yang paling penting ialah kambing atau domba, selanjutnya sapi, lalu unta. Sedang Imam al-Syafi’i memiliki pendapat sebaliknya, yakni yang paling penting ialah unta, diikuti selanjutnya sapi, lalu kambing (Ibn Rusyd: tt: I:315).
Supaya beribadah kurbannya resmi menurut syariat, seseorang yang akan berkurban harus memerhatikan kriteria-kriteria dari hewan yang akan disembelihnya. Kriteria-kriteria itu diklasifisikasikan sesuai umur serta type hewan kurban, yakni:
a. Domba (dha’n) harus sampai minimum umur setahun lebih, atau telah bertukar giginya (al-jadza’). Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sembelilhlah domba yang jadza’, karenanya dibolehkan.” (Hadits Shahih, kisah Ibn Majah: 3130 Ahmad: 25826)
b. Kambing kacang (ma’z) harus sampai umur minimum dua tahun lebih.
c. Sapi serta kerbau harus sampai umur minimum dua tahun lebih.
d. Unta harus sampai umur lima tahun atau lebih.
(Musthafa Dib al-Bigha: 1978:241).
Tidak hanya persyaratan di atas, hewan-hewan itu harus dalam keadaan sehat serta tidak cacat. Seperti sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan dari al-Barra bin Azib radliyallâhu ‘anh:
أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
“Ada empat jenis hewan yang tidak resmi jadikan hewan kurban, “(1) yang (matanya) pasti buta (picek), (2) yang (fisiknya) pasti dalam kondisi sakit, (3) yang (kakinya) pasti pincang, serta (4) yang (badannya) kurus tidak berlemak.” (Hadits Hasan Shahih, kisah al-Tirmidzi: 1417 serta Abu Dawud: 2420)
Namun, ada banyak cacat hewan yang tidak menghambat sahnya beribadah kurban, yakni; Hewan yang dikebiri serta hewan yang pecah tanduknya. Mengenai cacat hewan yang putus telinga atau ekornya, tidak resmi untuk jadikan kurban. (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Ini karena cacat yang pertama tidak menyebabkan dagingnya menyusut (cacat bathin), sedang cacat yang ke-2 menyebabkan dagingnya menyusut (cacat fisik).
F. Ketetapan Kurban
Berkurban dengan seekor kambing atau domba ditujukan untuk seseorang, sedang unta, sapi serta kerbau ditujukan untuk berkurban tujuh orang. Ketetapan ini bisa diambil kesimpulan dari hadits tersebut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami sudah menyembelih kurban bersama dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang serta seekor sapi untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, kisah Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 serta Ibn Majah: 3123).
Hadits seterusnya menerangkan mengenai berkurban dengan seekor domba yang dikerjakan oleh Rasulullah Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ (يعني السكين) ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.
“Dari Aisyah radliyallâhu ‘anhâ, memberitahukan sebenarnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam memerintah untuk datangkan satu ekor domba (kibas) yang bertanduk . Selanjutnya domba itu dihadirkan padanya untuk melakukan kurban. Beliau mengatakan pada Aisyah: Wahai Aisyah, ambilkan untukku pisau (golok). Nabi seterusnya memerintah Aisyah: Asahlah golok itu pada batu (asah). Aisyah selanjutnya lakukan seperti yang diperintah Rasulullah. Selanjutnya Nabi ambil golok itu serta ambil domba (kibasy), selanjutnya membaringkannya, serta menyembelihnya sekalian berdoa: Dengan nama Allah, wahai Allah terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad, beliau berkurban dengan domba itu”. (Hadits Shahih Kisah Muslim 1967).
Doa Nabi dalam hadits di atas, saat beliau melakukan kurban: “Wahai Allah, terimalah dari Muhammad serta keluarga Muhammad serta umat Muhammad” tidak dapat dimengerti jika kurban dengan satu domba cukup untuk keluarga serta untuk semua umat Nabi. Penyebutan itu cuma dalam rencana mengikutkan dalam mendapatkan pahala dari kurban itu. Jika dimengerti jika berkurban dengan satu kambing cukup untuk satu keluarga serta semua umat Nabi Muhammad, karena itu tidak lagi ada orang yang berkurban. Dengan begitu, pandangan jika satu domba dapat untuk berkurban satu keluarga serta semua umat, harus diluruskan serta dibenarkan sesuai ketetapan satu domba untuk seseorang, sedang onta, sapi, serta kerbau untuk tujuh orang seperti diterangkan hadits di atas.
G. Waktu Penerapan Kurban
Waktu menyembelih kurban diawali sesudah matahari setinggi tombak atau selesai shalat Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Sedang distribusi (pembagian) daging kurban dibagi jadi tiga sisi serta tidak harus harus sama rata. Ke-3 sisi itu,
(1) untuk fakir miskin,
(2) untuk dihadiahkan, serta
(3) untuk dirinya serta keluarga seperlunya.
Dengan catatan, bagian untuk dihadiahkan serta untuk dikonsumsi sendiri tidak kurang dari sepertiga daging kurban. Meski begitu perbanyak pemberian pada fakir miskin paling utama. (Dhib al-Bigha:1978:245).
0 Response to "Penjelasan dan Pemahaman Ibadah Qurban menurut persepsi Islam"
Post a Comment